Wednesday 20 September 2017

Homestay Part 02

Sedang senyum sendiri kala mengingat semua itu, Purnama di Oktober 2016

Malam menyapa, Bukittinggi menggelap. Dipayungi langit hitam berhiaskan bintang – bintang. Ada di ujung timur sana bulan yang sedang purnama. Terang dan sentantiasa menerangi bumi yang gelap ini. Para katak berdendang, sekumpulan jangkring bersuara, beronggok – onggok ikan bermainkan air, dan para manusia di rumah ini berisik. Membuat rumah bermodelkan seperti rumah panggung ini dinaungi keramaian yang mungkin tak akan ramai jika tak ada kami.

Yaa, kami para manusia yang ditakdirkan untuk bergabung dalam satu kelas bernama 12 IPA 5. Kami yang meniduri rumah milik keluarga teman kami untuk itu yang namanya Homestay. Kami yang baru saja menjelajah dan menelanjangi Bukititinggi. Menduduki, memakan, menjarah, serta memotret setiap sudut kota yang disinggahi. Dan sekarang masing – masing kami sedang letih, memilih tempat yang disukai untuk sekedar beristirahat.

Aku sedang duduk di atas kursi, menatap tajam ke layar laptop bergambarkan makhluk – makhluk kecil bergerak merebut bola, itu namanya game PES 2013. Tanganku sibuk memencet tombol – tombol yang ada di joy stick. Meng-instruksi-kan tim pilihanku untuk segera merebut bola dari lawan kemudian menjebloskannya ke gawang yang di jaga ketat oleh kiper.

Tentunya aku tidak sedang bermain sendiri, disampingku ada Ijep yang juga berperilaku sama denganku. Aku, Ijep, Tim arahanku dan Tim asuhan Ijep bersaing untuk memenangkan pertandingan ini. Aku sebut pertandingan antara 2 lelaki yang ingin mempertahankan gengsinya. Gengsi sebagai pemain PES 2013 terhebat se-kelas.

Aku lirik ke sudut kiri layar, waktu sudah memasuki menit ke- 86. Aku tertinggal 2 gol dari tim arahan Ijep. Di dunia game, ketertinggalan ini sangat tidak mungkin untuk dibikin sama atau bahkan membalikkan keadaan. Beda cerita kalau di dunia nyata sepakbola. Real Madrid saja mampu berbalik jadi unggul ketika bersua Atletico di Final Liga Champion Eropa 2013.

Aku pasrah saja, sudah tahu akan dilanda kekalahan. Menyudahi pertandingan ini untuk aku pergi entah kemana. Yang kemudian digantikan oleh Fardi. Masih ada Ijep untuk dilawan Fardi. Itulah peraturan kami, yang kalah keluar, sedang yang menang tetap bermain. Enak sekali ya yang menang terus, jadi tak ada henti untuk terus bermain. Itulah Ijep kala itu.

Aku keluar, berjalan menuju halaman rumah. Halaman yang ada persis di samping rumah. Tak begitu lapang. Sederhana. Hanya hamparan tanah yang dipinggirnya tertanam jejeran batu. Kalau siang, di sebelah halaman ini, kalian akan menemukan taman kecil bertanamkan bunga – bunga kesukaan pemiliknya. Sayang, saat itu malam, jadi tak kelihatan jelas.

Disana ada Dino, Tomi, Siti, Putri, Fira dan entah siapa lagi aku lupa. Pokoknya ramai. Diantara mereka ada setumpuk kayu bakar yang belum akan dibakar. Nanti katanya. Sengaja begitu karena kami yang punya kerjaan. Ada bakar jagung disini. Tapi itu nanti kalau bumbunya sudah rampung dibikin Tika di dapur.

Mereka melagu, pengiringnya Dino dengan gitar yang dibikinnya berbunyi. Duduknya acak, tak ada aturan harus duduk seperti apa. Terserah saja, yang penting asyik. Aku gabung, duduk disana beralaskan batu yang telah tertanam lama. Disampingku ada Dino yang masih sibuk mempermainkan gitar. Aku jadinya ikut melagu, namun sebentar saja. Itu karena sudah selesai.

“Nah Jek !! gilaran lo sekarang yang gitaris”  Eh ? Aku ? Aku gitu yang gitaris ? Ah ada – ada aja ini Si Dino.

“Ha ? Nyanyiin apa ? Nggak ngerti” Jawabku begitu. Abis bingung mau iringi lagu apaan, aku pun tak punya pengetahuan banyak chord lagu – lagu.

“Terserah. Yang jelas hibur kami”

“Sini !”

Aku meminta gitar yang ada di Dino untuk aku yang peluk. Tentunya bersiap untuk memainkan chord lagu yang sudah hapal di luar kepala.

"Put ! Pindah !" Seru Dino ke Putri yang memang sedang duduk di sebelah kanan Dino. Menyuruhnya untuk berganti posisi, membuat aku jadi bersebelahan dengan Putri. 

Eh ? Batinku

Aku akui Dino pintar sangat membentuk suasana yang tadinya bebas berganti tegang. Mungkin hanya aku yang tegang. Aku lirik ke teman - teman lainnya malah memunculkan raut muka kegirangan. Ciee Ciee bertebaran, terlihat oleh mereka ada seorang lelaki yang itu aku sedang siap untuk melagu duduk di samping makhluk Tuhan berjenis perempuan punya nama Putri.

Kalau teman cewek lainnya aku mah biasa saja. Teman - teman juga begitu, biasa saja, tak ada yang istimewa. Bedanya di sampingku ini Putri, perempuan yang pernah hinggap di hatiku. Dan lalu aku memilih berjarak dengannya hingga jarak itu terputus dalam sekejap bergantikan kedekatan. Dekatnya sangat, cuma terpaut beberapa centi saja. Yang jelas bikin aku kaku. Mungkin tepatnya jadi salah tingkah.

"Laguku seru nih !" Timpal Fira yang kemudian di - iyakan oleh mereka semua yang ada di halaman itu. Ah, bikin aku berkeringat dingin nih. Oh iya, maksud dia punya kata itu lagu yang judulnya Laguku, punya band berwarna Ungu.

"Buruan Jek !!" Sambung Tomi, memintaku untuk segera membunyikan gitar itu.

Terpaksa, dengan dipaksa oleh teman - teman juga dipaksa oleh jari - jari tanganku, aku jadinya terpaksa memainkan laguku. Menghibur mereka yang sepertinya kurang asupan momen romantisan seperti malam ini. Malam yang dimana aku jadinya nyanyi berdua saja dengan Putri. Sedang mereka, tak ikut melagu, memperhatikan saja tingkah laku kami berdua.

Yang selama setahun belakangan tak pernah berkata apalagi saling menyapa. Diam saja satu sama lainnya. Kini, disaksikan oleh mereka, disaksikan oleh setumpuk kayu yang belum akan dibakar, disaksikan pula oleh bintang - bintang yang senang menyinari, meskipun aku dan Putri masih tidak saling berbicara. Namun lewat lagu inilah mungkin itu yang sedang kami berdua rasa. Kami yang sedang saling masih menyimpan cinta, namun tak ada nyali untuk memperbaiki hubungan yang sempat tak jelas.

Ah, kenapa jadi sendu gini !?

Ketahuilah teman - teman, sebelum ini, maksudnya sebelum akan berangkat homestay ke Bukittinggi. Aku sedang dan sudah menyiapkan serangkaian kata - kata yang nantinya akan aku ucapkan di hadapan Putri. Sederhana saja, tak panjang lebar, hanya sebatas permintaan maaf saja. Maaf atas apa ? Maaf atas ketidakjelasan tingkah laku-ku selama setahun belakangan ini. Itu saja, tak ada lagi imbuhan - imbuhan yang bermakna mengajak balikan.

 Yaa, kalau kamu yang tidak sedang bersamaku selama di kelas mungkin tak tahu. Namun bagi mereka - teman sekelasku, mengetahui bagaimana ketidakjelasan sikapku dalam memperlakukan dia, maksudnya Putri. Tidak jelas karena tak saling menyapa, tak saling berkata, pastinya tak saling memperhatikan. Padahal sebelumnya aku dan dia pernah saling mesra serta aku dan dia yang pernah dalam satu ikatan yang dikenal dengan pacaran. Itu yang jadi tanda tanya besar. Kenapa jadi begitu ? Kenapa jadi begini ? Kenapa jadi begono ? Yang pasti hanya aku dan Tuhan yang mengetahuinya.

Ada sih mereka punya niat mendekatkan kami berdua lagi. Namun, semua tindakan yang mereka lakukan di kelas itu hanya aku anggap angin lalu saja. Tak digubris lah jelasnya. Dan naasnya, perjuangan mereka - aku sebut begitu - berhasil ketika di malam ini, dimana hanya kami berdua saja yang jadinya melagu. Meskipun selepas itu tak berucap satu sama lain. Aku pun urung segera membuat aksi atas rencana yang sudah aku siapkan.

Tak selang lama, Putri kembali ke dalam rumah, memilih bergabung dengan teman lainnya yang ada di ruangan. Sedang aku masih di sini, bersama Dino dan Tomi yang mulai mencoba usaha membakar setumpuk kayu ini.

"Gimana ? Seru kan ?" Ledek Dino dengan ketawa liciknya. Ketawa yang seakan - akan malam itu dia sedang menang.

"Gara - gara lo nih !" Aku begitu, diikuti sikut yang meninju perut Dino.Tak keras sih, mungkin lebih tepatnya menyenggol saja.

"Hehehe, ada lah rencana buat balikan ?"

"Ah, nggak kepikiran, cuy"

"Sekarang aja nggak, nanti mah jadi kepikiran"

Sudah, Din. aku mohon sudah, hentikan drama ini. Lebih baik kita bersegera membakar tumpukan kayu ini. Untuk nanti, yang sebentar lagi dibuat jagung bakar. Bakar bareng - bareng, makannya pun bareng - bareng di halaman rumah ini. Terserah mau duduk atau mau berdiri. Sesuka kita saja, yang penting asyik dan sedang berkumpul.

Seperti itulah, momen yang menyenangkan di suatu malam Bulan Mei 2013, saat aku dan teman - teman kelasku menyantap jagung bakar bersama - sama. Sungguh sederhana sebuah momen yang tak dapat dilupakan dan akan selalu tersimpan dalam ingatan

https://scontent-sin6-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/944152_502469556475638_968111230_n.jpg?oh=e1466ca395371139cb720b16c090b5c1&oe=58A04D4E


Sebarkan pada mereka:

Tuesday 22 August 2017

Dua Hari Melepas Sendu

Cahaya kuning kendaraan-kendaraan itu menyilaukan mata. Berjalan merangkak menuju timur kota. Orang-orang bergerombolan melangkah. Ada yang ke arah berlawanan, ada pula yang mengikuti arus. Sepanjang 200 Meter, disisi kiri jalan, angkringan berjejeran menjajakan berbagai macam makanan. Pelayan sibuk melayani juga meracik minuman untuk raja. Sedang kasir memijat lembut tombol-tombol mesin penghitung klasik. Selepasnya raja menyerahkan lembaran uang padanya.

Di seberangnya, banyak manusia bersila lesehan di atas trotoar yang beralaskan tikar. Menghadap ke kendaraan-kendaraan itu. Bertemankan manusia lainnya, beberapa piring nasi serta banyak butir gorengan, kepulan asap menari-nari di udara, obrolan-obrolan gurih mengusir dingin. Terlebih mereka yang baru kali ini menginjak kota ini, sudah barang tentu merasakan keindahan kopi arang yang populer itu. Semakin syahdunya malam diiringi merdunya suara pengamen itu dan sempurnanya musik.

Malam semakin malam, bising semakin bising, dingin semakin panas, keramaian nun tak ada henti-hentinya. Istirahat bukan pilihan, menghabiskan malam adalah kewajiban. Jangan kau berselimut, jangan kau sorangan, jangan kau hilang ingatan, setan kan menghampiri tuk berkawin. Dimana pun kau, tuntaskan malam beramai-ramai, usahlah pikirkan kamar dan perempuan. Kopi, teman, ibadah asap dan banyak obrolan cukup buatmu sehat.

Angkringan Tugu
Nongkrong disepanjang trotoar ("http://s2.dmcdn.net/NTUBQ/1280x720-yP_.jpg")

Bergeser ke utara, gudangnya para manusia berkerumun. Mengabadikan momen di depan sebuah plang bernamakan jalan. Banyak manusia, banyak pula tingkah polahnya di depan kamera. Tak usah detail, tentu sudah paham. Tak banyak yang memilih menuju barat, hanya mereka yang rela lembaran soekarno-hatta demi menghangatkan hasrat setannya.

Sudilah berjalan menuju utara lagi, sepanjang jalannya dinamai jalan populer itu. Kini, trotoarnya tak lagi disesaki parkiran motor, tak banyak tenda-tenda makanan yang harganya mencekik. Sudah cukup bersih, kursi-kursi berdiri tegak di pinggirnya berhadap-hadapan, berhiaskan pot-pot besar yang sengaja ditumbuhi bunga. Cukup buat kau rehat dari kaki yang letih melangkah.

Disitu ada pasar yang sama populernya dengan nama jalannya. Malam telah menyapa, keriuhan pasar itupun senyap selepas siangnya. Semua kegaduhan beralih ke titik pusat kota itu. Benteng kenamaan yang jarang disinggahi, monumen diduduki para manusia yang sedang menonton panggung persatuan negeri ini, istana megah yang terkunci rapat. Entah siang maupun malam selalu tertidur pulas.

Sekelompok pengamen jalanan dikerubungi para manusia yang menyaksikan mereka. Sungguh kreatif, angklung itu dimainkan oleh lihai tangan pemainnya, gendang yang seakan-akan bikin penontonnya begoyang, suling nun selalu saja menjadi bagian indah dari musik itu. Tanpa suara penyanyinya, alunan mereka tampak selalu terdengar tenang dan menggembirakan. Sedikit kurangnya, mereka lebih tertarik melantunkan musik dangdut masa kini.

Kesederhanaan nun jempolan, kebahagian nun memesona. Cukup sahih melupakan kegaduhan hati, tak memikirkan kepenatan nanti. Lepas dan menyelam bersamanya. Hanyut dalam gurihnya obrolan, terbang dalam tegukan pahitnya hitam, serta asap yang menjemput kejernihan.

====

Bukit-bukit tertanam merdu mengikuti alur nada rakitan Semesta. Tampak hijau diterangi, berupa siluet tertutup mendung. Coba lihat sedikit ke bawahnya, tak luas, namun cukup melengkapi. Sekumpulan air bergabung dalam sebuah wadah yang telah disediakan-Nya. Oleh manusia diberi nama waduk. Sekelilingnya masih hijau, pepohonan sumber udara menduduki tanah pemiliknya. Tampak sebagian  atap genteng kecokelatan yang jaraknya saling menjauhi.

Dari ketinggian ini, cukup ramai manusia-manusia menikmati pemandangan di depannya. Kebanyakan mereka memotret apa yang mau mereka abadikan. Groufie, selfie atau apapun itu namanya. Sekalipun kau sosok figur kenamaan, hasrat itu tak terelakkan. Jelasnya, lebih suka berfoto dibanding duduk terdiam di atas kursi besi, memandangi segala aktifitas semesta yang terjadi. Nyanyian burung, alunan ranting, bisikan angin, serta gemulai air.

Memukau.....

Kalau kau penulis, pangkulah kertas-kertas itu, torehkan ribuan kata semesta yang kau punya. Kalau kau pelukis, meliuk-liuknya tanganmu akan membentuk lukisan alam nun indah. Meski tak ada yang menandingi keindahan pemilik-Nya. Kalau kau pemotret, dengan segala perintahmu, fotolah mereka yang tampak riang berdiri, duduk maupun jongkok di atas susunan papan menara yang kokoh dibangun di pohonnya. Kau pun dibayar oleh mereka yang rela. Kalau kau penyanyi kenamaan, kaca mata hitam adalah senjata, berlagak gagah berjubah layaknya mereka, nikmati dan bergembira selagi tak ada yang mengenali. Apa kau seorang programmer ? Ah, usahlah kau pikirkan algoritma dan logika. Berliburlah dan nikmati keindahan semesta ini. Agar kau tak kepayahan lagi ketika kembali.

Wisata Kalibiru
Coba aja punya pasangan
Nyali dan berani akan membawamu kemari. Tak seekstrem pendakian, cukup menantang pergi dari nyamannya perkotaan. Bukan hanya kau, kendaraanmu juga butuh sehat. Agar kau kembali, tak ada kesedihan pada kendaraanmu. Pengendara haruslah fokus, penumpang tak perlu takut. Di sampingmu terpampang lukisan semesta nun bersahaja. Lebih-lebih lagi di tempat tujuan nanti.

Bukan soal apa-apa, di lainnya pun banyak kau jumpai tempat serupa. Lebih indah pun lebih berlimpah. Tak usah cemas, Negeri ini terlalu banyak alam nun menyihir hati. Terlalu sempurna untuk kau mengembara. Keluarlah, Negeri ini terlalu hidup untuk kau yang kini terkubur. Bersatu juga berbaur dengan alam-Nya.

Satu yang jelas terpikirkan, Negeri ini juga terlalu menggiurkan ambisi petinggi yang duduk di kursi empuk ibukota sana. Meraup segala alam yang disediakan semesta. Bagi-bagi jatah sudah biasa, rekening berlemak sudah biasa, apalagi simpanan bertambah. Menimbun semua agar tak terlihat. Sayang, aparat terlalu cerdas.  Apa mereka tak sadar ? Apa mereka tak bernurani ? Apa lebih penting ego pribadi ?. Ah, kau sebagai warga biasa buat apa mencampuri, hidup ada di tangan kau bersama ibu pertiwi, bukan petinggi yang senang dagelan di layar elektronik.

Di tempat ini, kau cukup bisa memandangi apa yang terlihat ini. Kau pun tlah kembali dari tidurmu merangkai sabda. Kembalinya kau buat semesta bahagia. Tak lagi dimendungi kegelisahan, meski itu sementara, tak apa. Kini kau harus kembali, menata mimpi-mimpi yang tertidur itu. Bagaimana pun kau kini, buat apa disesali? Ke depan adalah tujuan, menjemput cita perlahan, tak perlu berlari kencang. Karena ambisi yang terlalu itu menyesatkan, karena obsesi yang kelebihan itu menggelapkan. Kau perlu memungkinkan segala dengan ketenangan. Sejatinya kepastian milik Semesta semata.
Sebarkan pada mereka:

Tuesday 15 August 2017

Dunia itu Dinamis, Jangan Terlalu Statis

“Gimana, mbul ?” Bang Don memulai pembicaraan setelah kira-kira 10 menit lamanya suasana kantor yang hanya berukuran 3x4 M ini senyap.

“Nggak tau nih, bang. Kayaknya logika gue ketinggian” Jawab gue sembari memperhatikan layar komputer kepunyaan Bang Don yang dipenuhi oleh kode-kode tak jelas. Bagaikan kode yang kau berikan padaku selama ini. Cieelah, kok malah baper sih jon.

“Ketinggian? Gimana sih lo ?”

“Yaa, nggak dapet dasarnya gue bang”

“Lha kan dasarnya cuman gitu-gitu doang, mbul, belajar lagi lah!!” Balas Bang Don dengan malasnya

Yaa, tak tau kenapa otak gue benar-benar nggak nyantol dengan kode-kode yang ada di directory project yang sedang dibuat Bang Don. Beberapa tahun yang lalu, gue sebenarnya sudah mempelajari sebagian mata kuliah yang berhubungan dengan pemrograman. Sebut saja, algoritma pemrograman, struktur data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman berbasis objek dan apalagi gue lupa. Lebih tepatnya gue nggak melanjutkannya lagi.

Programmer idaman mertua thoughtco
Dari sekian mata kuliah yang pernah gue pelajari pun, nggak ada satupun otak gue bisa menangkapnya. Payah emang otak gue nih. Dan dari sekian mata kuliah yang gue sebutkan itu tak satupun yang nyangkut di predikat C, paling bagus mah gue dapatnya D. Eh, nggak deng, gue pernah dapet B dari salah satu matkul itu. Apa yaa ? bentar-bentar gue ingat-ingat dulu deh......


4692 detik kemudian.......


Hmm, gue baru sadar ternyata emang nggak satupun matkul yang memenuhi standar nilai. Tuh kan, benar-benar payah nih otak.

Dari kepayahan gue atas banyaknya bahasa pemrograman itu, gue pun bermaksud untuk memendam dalam-dalam kalau bisa nggak bakal bisa digali lagi itu mimpi untuk menjadi seorang programer dari keluarga tukang bakso. Yahh, dulu nih, sedikit curhat ajah, selepas dapat kabar kalau gue keterima di jurusan ilmu komputer, gue bermaksud punya mimpi untuk membuat sebuah sistem embedded untuk grobak bakso supaya Bapak gue nggak perlu repot-repot ndorong gerobak keliling langgananannya.


Hmm, mulia sekali niatmu nakk.....


Yasudah lah, mungkin Semesta punya maksud lain buat gue untuk kehidupan lainnya yang lebih bermanfaat bahkan kalau bisa bermanfaat untuk umat manusia di sekitar gue. Nggak perlu kejauhan menjadi orang bermanfaat untuk satu nusantara. Cukup dari hal-hal kecil saja maka waktu akan memberikan dampak yang lebih besar lagi. Eh ehh, kok malah nglantur gini sih.....

Dari latar belakang yang udah gue alami ini, gue pun beralih ke hal yang lebih menggairahkan otak gue supaya nggak perlu lagi banyak-banyak minum paramex. Yaap, gue pun pindah haluan ke sesuatu yang lebih keren, lebih memunculkan suatu kebanggaan ketika beredar di khalayak dunia pergulatan internet. Hal itu adalah web design.

Yap, gue pikir itu suatu keputusan tepat untuk gue berpindah haluan. Meskipun masih akan bertemu ke hal-hal yang berbau pemrograman seperti yang gue alami saat ini. Oh, Semesta kenapa hidup gue nggak jauh-jauh dari namanya kode-kode yang nggak jelas ini.....

“Mbul, sekarang ini dunia udah beralih ke mobile. Segala aktifitas dunia maya mereka nggak lagi bergantung ke komputer ataupun laptop. Lo tau aja, barang kecil ini, lebih gampang dibawa kemana-mana. Sehingga mereka lebih mudah mencari maupun mendapatkan informasi dimana saja selagi posisi mereka masih terjangkau koneksi internet. Dari hal itu, sebagai seorang yang bekerja di dunia ini, mereka harus berkembang dan cepat tanggap mengatasi fenomena ini.”

“Lo ngerti kan saat ini kebanyakan website ngasih fitur responsivenya ? itu karna traffic pengunjung lebih banyak dari gadget sekecil ini. Yaa, orang-orang seperti kita ini harus pandai dan cerdas dalam mengikuti pasar yang sekarang.”

“Gue harap lo bisa belajar, nggak cuman ngerti aja tapi juga perlu dipahami bahasa ini. Saat ini kita kebanyakan order, gue sampe kwalahan bikinnya. Jadi, gue mau lo belajar supaya nanti lo bisa bantu bikin nih aplikasi.”

Dari panjang lebarnya omongan Bang Don, gue hanya bisa mendengar dan meresapnya ke dalam pikiran gue. Emang apa yang dia katakan itu benar, sangat benar malahan. Kalo gue hanya berkutat ke hal-hal yang berbau design buat web ini, kehidupan gue ke depannya nggak bakal lama. Paling cuman 2 atau 3 tahun lagi gue bakal terkubur dari pesatnya perkembangan teknologi saat ini.

“Siap grakk Bang Don, gue bakal belajar lebih keras lagi”

“Jangan ngomong doang, buktiin ntar ke gue”

Okee siap, Master Bang Don. Gue bakal melaksanakan nasehat lo, dan ntar gue bakal buktiin kalo kepala gue saat ini udah mau pecah. Duhh gusti, bantulah otak hamba ini.

“Ada lagi nggak ? Gue mau mandi nih” Tanya Band Don setelah ruangan yang tak patut disebut kantor itu sempat sunyi senyap.

“Gue mau Magrib dulu. Ada kan sajadah di kamar lo ?” Balas gue sambil memainkan kedua tangan ini untuk menaikkan separuh celana panjang yang gue pakai.

“Bentar gue siapin dulu”

Secara bersamaan dan tak sempat gandengan tangan layaknya pasangan-pasangan yang sedang menikmati sabtu malamnya, gue dan Bang Don menyusuri tangga menuju ke lantai 1. Disana gue mengarahkan badan menuju kamar mandi, sedang Bang Don lebih memilih masuk ke kamarnya. Syukur badannya nggak ketarik oleh magnet yang gue pasang di selangkangan gue dan syukur pula gue bisa nyaman bermain-main dengan air mancur yang muncul secara sengaja dari selangkangan ini.


Ehh kok malah rada porno sih jon!!!!


Selepasnya gue putuskan buat pulang, lebih tepatnya menuju angkringan terdekat untuk menikmati sabtu yang semakin malam ini. Di sebuah angkringan sederhana itu, yang hanya terdapat satu kursi panjang dan sedang diduduki oleh seorang pemuda yang sedang bimbang dalam memutuskan pilihannya nanti. Tetap bertarung di dunia ini atau beralih ke hal lainnya, yaa sebut saja yang sedang gue lakukan di blog gue ini.

Ah, untuk apa dipikirkan secepat itu, sekarang waktunya gue untuk sendiri bertemankan kopi panas nun pahit ini beserta sebatang rokok yang sedang dihisap mengikuti irama kehidupan yang telah gue lalui selama ini. Tak lupa pula, sang empunya angkringan yang penuh canda tawanya membuat gue lupa bahwa sampai detik ini, gue masih saja melalui sabtu malam tanpa seorang pendamping.
Sebarkan pada mereka:

Thursday 10 August 2017

Sadarlah

Kata siapa merokok itu membunuhmu ?: Pinterest


Sadarlah
Kau di didik menjadi pengikut
Bukan yang di ikuti
Kau kecil untuk mencetak angka
Bukan membangun cita

Sadarlah
Kau lahir menjadi penurut
Bukan pemberontak
Kau berkeringat menghasilkan uang
Bukan kesenangan

Sadarlah
Kau berdiri untuk yang sudah ada
Bukan mengada-ada
Kau tumbuh membentuk kekakuan
Tak bisa luwes dalam kehidupan

Sadarlah
Untuk apa kau begini
Padahal kau memang sudah begitu
Untuk apa kau terus berlari
Buang waktu saja

Dan Sadarlah
Kopi ini bukan solusi
Asap ini bukan teman sejati
Yang perlu kau mengerti
Menyerahlah segera
Kembali menjadi apa yang semestinya


Ditulis dalam keadaan mabuk bintang
Sebarkan pada mereka:

Friday 11 November 2016

HTML : Struktur Dasar Pada HTML

Tutorial belajar HTML
Bahasa yang harus dipelajari untuk menjadi Web Developer :
1. HTML / Hypertext Markup Language
2. CSS / Cascading Stylesheet
3. Javascript
4. Server-side Programming : PHP, Phyton, Coldfusion, dll
5. Accessing Database : MySql, Sql Server, Oracle, dll
HTML singkatan dari Hypertext Markup Language merupakan bahasa Markup yang umumnya digunakan untuk membangun halaman web. HTML berisikan tag-tag yang berguna dalam menyusun halaman web. Oleh sebab itu, HTML bukanlah bahasa pemrograman.
Untuk menjadi seorang Web Designer/Developer, teman-teman haruslah menguasai HTML terlebih dahulu.

Struktur dasar pada HTML :

Struktus dasar pada HTML


Contoh simple pada halaman web :

My First Page
Dari source code HTML pada gambar di atas, terdapat beberapa tag diantaranya:
  • <h1>My First Page</h1>, merupakan tag heading 
  • <p>My First Page</p>, merupakan tag paragraf 
  • <a href="index.html">My First Page</a>, merupakan tag link. Di dalamnya terdapat atribut href yang fungsinya untuk menuju link yang dituju. Dalam hal ini berarti link akan menuju pada halaman index.html
Tampilan pada web browser

Tag Lainnya : 

Source code image tag
  • <img src="#" alt="#" width="" height="">, merupakan tag untuk menampilkan gambar pada halaman web. Di dalam tag tersebut terdapat atribut src - untuk mengambil sumber file gambar, alt - merupakan alternatif text, width dan height - mengatur lebar dan tinggi gambar
Tampilan gambar pada web browser
Sebarkan pada mereka:

Saturday 15 October 2016

Homestay Part 01

Sukoharjo Makmur, sedang ingat masa lalu dan sedang di Bulan Oktober 2016.

Senin pagi nun cerah untuk jiwa yang mengantuk namun mata tak mau diajak lelap. Aku berdiri di depan jendela belakang rumah. Bukan, itu bukan rumah kontrakan bapak, melainkan rumah keluarga temanku yang dijajah oleh kami para penghuni kelas 12 IPA 5. Dikotori, ditiduri, digauli, dikencingi kamar mandinya, di eek i pula selama 3 hari untuk sekedar numpang Homestay saja.

Tak ada kopi dicangkir, tak ada pula rokok ditangan. Hanya ada suara gaduh teman – temanku dengan urusannya masing – masing.  Aku menatap keluar memandangi kolam ikan di depan sana. Sedang asyik menyaksikan ikan – ikan itu menari kesana kemari, sesekali menampakkan diri ke permukaan air yang keruh. Sebentar saja, tidak pakai lama, mungkin takut sesak napas. 

“Mandi yukk !!” Eh ? Ada apa gerangan ini ? Tiba – tiba datang menghampiriku untuk mengajak mandi bareng. Sadar kawan, sadar !! Aku ini lelaki tulen dan ingin perempuan. Apakah dikau sedang dirasuki setan Siampa -  Hantu legenda Tanah Minang – sehingga dikau tega merenggut perjaka saya di usia semuda ini, teman ? Ahh, jahat kali dikau ini.

Sampai lupa, itu sumbernya dari Fardi, teman akrabku di kelas ini. 

“Yuk ahh” Hlo kok aku meng-iyakan ajakannya. Tunggu, tunggu, jangan berpikiran kotor dulu. Aku iya karena disini kamar mandinya cuma satu dan kalau yang mandinya satu orang saja dalam kamar mandi sedang yang antri ada 38 orang lainnya. Bisa habis kita punya waktu hanya untuk mandi. Kan tujuannya kesini buat berlibur bukan mau antri mandi. Gimana sih kamu ini !?

Aku berlalu dari jendela, meninggalkan ikan – ikan itu untuk menuju tas yang tergeletak di ruang tamu. Ruangan yang semalam bekas ditiduri oleh perempuan – perempuan cantik kelas ini. Semoga saja tak ada satu pun laki – laki yang entah sengaja atau tidaknya ikut berselimut bersama mereka. Kalaupun sengaja, maklumi saja, mungkin sedang khilaf.

Semuanya komplit, ada sabun cair, ada shampo, ada handuk, ada pasti gigi bersama sikatnya, ada juga baju ganti yang dipakai nanti di kamar mandi. Gendeng namanya kalau aku berganti pakaian di ruang tamu. Bisa – bisa para perempuan cantik kelas ini memergoki aku punya adik yang panjang dan kebetulan tegang. Jadi pengen mereka nanti.

Aku pergi berdua dengan Fardi, berjalan beriringan layaknya sepasang makhluk Tuhan yang sedang kasmaran. Ingat itu hanya layaknya bukan sebenarnya. Sudahku bilang tadi, aku masih ingin perempuan. Kecuali kalau perempuan tidak ingin aku, beda lagi alur kisahnya. Perginya menuju kamar mandi yang di luar, di dalam ada namun sedang dikotori oleh temanku lainnya.

Disana, ada temanku lainnya pula yang sedang mandi. Aku dapati mereka – karena di dalamnya ada dua - adalah makhluk Tuhan berjenis perempuan. Aku tahu bukan karena ikut gabung, tapi berteriak dari luar menanyakan siapakah gerangan di dalam sana.

“Duhh, cepet oii” Teriak Fardi diberangi dengan aku yang mengetok keras pintu kamar mandi itu.

“Sabar napa” Jawab ketus salah satu perempuan yang dibarengi dengan suara guyuran air. Dari suaranya aku ketahui dia adalah Siti. Sedang yang satunya aku tak tahu karena tak ikut bersuara.

Selang beberapa menit, gemuruh air dari dalam kamar mandi tak lagi bersuara. Diam seketika ada angin puting beliung menghampiri mereka, tewas tersapu badai, dan meninggalkan jasad tak bernyawa. Oh, pintu itu terbuka bukan dengan sendirinya melainkan dibuka oleh Siti yang sudah berpakaian rapi. Ada Zia juga yang ternyata bersama Siti sedang mandi tadi.

“Lama banget sih ? Lagi bergaul kalian yaa ?” Candaan itu aku lontarkan ke mereka berdua. Abis kesel nunggu mereka mandi lamanya bukan main. Dasar emang perempuan. Kalau kamu dewasa, ngerti lah dengan maksud candaanku itu. Zia aja tahu kok kamu enggak, hehe.

“Enak aja !!” Sewot Zia yang dibarengi dengan melemparkan handuknya ke aku punya perut. Mujur cuma 
handuk, sakitpun tak terasa.

“Yukk ah, Jek !! Mari kita menikmati kamar mandi ini berdua” Goda Fardi dengan wajah centilnya. Seperti tante – tante kurang belaian yang lagi pengen dibelai tapi suaminya tak bisa, sibuk dengan daun muda mungkin. Lalu melampiaskan nafsu ke brondong semuda aku ini.

“Ayuukk tante !!” Balasku sambil menggandeng Fardi ke kamar mandi.

“Ih, jijik” Kata Siti yang kemudian berlalu bersama Zia meninggalkan kami berdua yang kemudian memasuki kamar mandi. Bersenggama dengan air sendiri – sendiri. Aku disudut yang dekat wc, sedang Fardi di sebelah sana, berhadapan dengan pintu.

---

Siang itu, setelah semua lelaki kelas ini mandi dan berganti pakaian, beberapanya sedang seru menendang bola di sebuah lapangan kecil yang ada di pinggir jalan. Sedang yang lain memilih untuk menonton saja. Tak jauh dari rumah yang sementara kami tiduri ini. Tentunya menendang bola dengan tujuan jelas, menendang untuk dimasukkan ke dalam gawang lawan. Mujur kalau berhasil, kalau tak direbut oleh lawan yang kemudian juga ingin menendang bola untuk dimasukkan ke gawang lawannya. Begitu saja terus sampai perempuan – perempuan cantik kelas ini selesai bersolek dan bersedia di ajak menuju Great Wall­ – nya Bukittinggi. Aku lupa akan nama daerahnya, yang jelas ujung dari Great Wall itu berjumpa dengan gua Jepang. Seperti sudah disengaja oleh pembuatnya.

Ah tentunya iya, karena merekalah yang punya rencana kesana. Sedang aku tinggal terima bersih saja. Selepas itu ber-gerilya-lah kami di pusat kota Bukittinggi. Menengok kondisi jam gadang yang apakah jamnya tetap tinggi menjulang ke atas atau sudah kecil disusut oleh Gru – Pemeran Despicable Me ­– dengan alatnya yang super canggih itu. Kami berjumpa pula tadi dengan gua Jepang – Bukti sejarah bahwa Jepang ternyata pernah menjajah Negeri ini. Sekedar ingin tahu apakah gua itu masih tetap seperti yang dulu atau sudah diruntuhkan oleh pemerintah untuk didirikan sebuah Mall atau pula hotel megah bintang 12. Aku rasa pemerintah tak akan tega begitu. Kecuali mati meraka punya nurani dan sudah disuap uang berkoper – koper oleh pihak yang ingin bangun hotel megah bintang 12 disana.

Perut ini sangat lapar karena seingatku sedari tadi pagi belum dijejali nasi. Bersamaku ada Fardi, Robi, dan Pilar yang sedang berjalan menikmati sore di Bukittinggi.

“Laper ? Makan yuk ?” kataku ke mereka bertiga.

“Iyaa nih. Makan dimana ?” Balas Robi yang lalu balik bertanya.

“Disitu aja ?” Fardi membalas, diikuti dengan tangannya menunjuk ke arah rumah makan yang katanya terlezat di Kota ini. Ampera Sederhana punya nama. Berdiri kokoh dipinggir jalan, disampingnya ada Pasar Ateh (Atas/red), disamping lainnya ada jalan raya buat yang mau ke kebun binatang, dan di seberangnya ada taman kota yang disitu ada Jam Gadang-nya.

Bergegaslah kami, 3 lelaki jomblo kesepian tanpa pasangan menuju rumah makan yang sudah disetujui. Beda dengan Robi yang sudah punya pacar, tapi kenapa memilih berjalan bersama kami. Entahlah aku tak tahu pula alasannya. Padahal sang pacar juga satu kelas dan sedang berada di sini, mungkin pacarnya juga memilih berkeliling bareng teman perempuan satu komplotannya.

Lihatlah di sana, di salah satu meja makan Ampera Sederhana yang sengaja ditaruh oleh pemiliknya di lantai dua, 4 manusia yang terlahir sebagai lelaki sedang menyantap sepiring nasi bersama lauk pauknya khas Minang. Ada rendang di piringku, ada gulai ikan di piring Fardi, ada dendeng batokok di piringnya Pilar, dan ada pula ikan balado di piring Robi. Ditemani pula sepiring sayur singkong dan dua piring kecil sambal. Satu di sambal ijo dan satunya di sambal merah.

Itu semua asli makanan dari rumah makan ini. Rumah makan yang asli berdiri di tanah Minang. Bumbu diracik oleh tangan orang asli terlahir sebagai Minang. Dengan rasa lauk pauknya asli khas rumah makan Minang. Cita rasanya yang lezat bukan main. Tak bisa diungkapkan dengan kata – kata. Yang jelas lebih sedap dan memang sedap dibandingkan rumah makan Padang lainnya yang berdiri di pulau – pulau seberang. Yang disana menurutku itu kalio sapi dikatanya rendang.

https://scontent-sin6-1.xx.fbcdn.net/v/t1.0-9/944439_537016373009040_159717957_n.jpg?oh=7b60f2b61d21ca6dd5cd05c4a63dc043&oe=585F40C7
Sebarkan pada mereka:

Thursday 13 October 2016

Mbah Putri Sedang Sakit Nih


https://1x.com/images/user/a6a62a711503cfd76a1073d8624adea2-hd2.jpg

Sukoharjo senantiasa Makmur, Akhir April 2016

Hari ini, selasa namanya. Dingin paginya, tidak pakai banget. Itu karena musim hujan, coba saja pas musim kemarau. Baru dinginnya pakai banget. Ada sarung pun tak mempan. Butuh jaket 3 lapis biar hangat. Nanti deh 2 bulan lagi biar kamu ikut ngerasain paginya musim kemarau.

Hari ini, namanya apa tadi ? oh iya, selasa. Aku ke tempat kursus jam 8 nanti. Sekarang shubuh dulu biar afdol, haha. Abis shubuh ngapain ? tidur lagi ? tidak, itu kan kemaren. Gara-garanya begadang. Nonton bola, ngegame bola, bikin cerita, bikin web, nonton bola lagi, baru tidur jam 3 pagi. Aku mau sarapan rambak. Tahu kan rambak ? kerupuk nasinya orang jawa tulen. Wajar saja kamu tidak tahu. Kamu kan kota, aku desa. Dulu sih kita sama, sekarang saja tidak. Sama kotanya maksudku. Bukan anunya. Kalau anunya harus beda, sama bisa bahaya. Marah Tuhan, marah Agama, marah Pemerintah, KUA juga nggak mau. Kan sama.

Abis itu rambak, sekalian plastik bungkusnya, dibuang tapi, dimakan jangan. Bisa mati kata mbah putri. Iyaa, rambak itu yang beli mbah putri dari warung sama sayuran juga. Buat makan nanti sehari. Bikin sayur lodeh katanya. Sarapan sudah, nonton belum. Ritual sehari-hari itu, sebelum berangkat keluar, nonton dulu. Nonton teve, bukan bokep hlo. Itu kan pikiran kamu yang jorok saja. Apalagi nonton mbak-mbak lagi mandi. Bahaya ketahuan, bisa digiring keliling kampung hukumnya. Aku nonton berita. Lagi-lagi korupsi adanya, paling panas itu yang reklamasi sama suap jaksa. Makin parah saja negeri ini batinku. Aku bunuh sajalah si teve, daripada pusing mikirin Negara. 

Sudah jam 7, aku makan dulu. Gilirannya nasi biar afdol, haha. Kenyang nasi baru mandi, biar apa ? bukan biar afdol tapi biar wangi. Kan mau pergi, pergi ke kursus, harus wangi, kalau bau nggak ada yang dekat, jijik. Tidak perlu aku ceritakan pas mandinya. Nanti kamu pengen. Pengen mandi bareng aku, haha.

Aku pakai baju buat nutup aurat. Telanjang dikira orang gila. Padahal kan, emang iya. Tidak gila kayak orang gila juga sih. Kalau kayak mereka mana bisa aku bikin ini tulisan. Makanya mikir dong !!

Sudah semua, aku lajukan motorku kejalanan. Motor itu beat merknya, putih warnanya, ganteng yang bawanya. Tidak percaya aku ganteng ? cari aja letter AD 5047 IF. Biasanya keliaran disekitar Bekonang, Palur, Kentingan, Nusukan, sesekali juga ada di Gladak, Pasar Kliwon sama Semanggi. Itu Surakarta, jangan kamu cari di Padang, nggak bakal ketemu sampai kiamat pun. Kecuali Surakartanya kamu pindah ke Padang. Emang bisa ya ? ah, bingung sendiri aku.

Di tempat kursus jalannya biasa saja, masih pakai kaki. Masuk ke kelas, duduk di meja, dengar dosen ngomong sampai berbusa mulutnya, bel bunyi, selesai, pulang. Masih begitu, adapun kegiatan lainnya disana, tidak perlulah aku ceritakan ke kamu, biar Tuhan Aku dan manusia yang ada disana yang tahu. Aku tidak langsung pulang, mampir dulu shalat ashar. Aku paksa motor berhenti di mesjid Nurul Huda-nya UNS. Kalau aku hentikan di tengah jalan nanti orang-orang pada marah, marah besar lalu menabrak aku hidup-hidup. Dibiarin terkapar disitu, terkubur bersama motor dan aspal jalanan. Jahat emang manusia jaman sekarang, kemanusiaannya sudah luntur. Dulu pernah teman sekolahku jatuh ditabrak mobil, mobilnya kabur, temanku tergeletak sendiri tak ada yang menemani dipinggir jalan. Orang-orang yang lewat cuma ngelihat, lalu pergi, lebih milih urusan pribadi. Untung, ada teman sekolah lainnya yang lihat, ditolonglah temanku itu. Barulah dibawa ke rumah sakit diboncengi teman sekolah lainnya itu.

Itu sholat berjamaah, aku duduk di shaf paling depan. Bukannya sombong, bukankah Rasul berkata: Tuhan dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf pertama, diampuni dosanya sepanjang radius suaranya, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya. Itu kata Rasul, Baginda Nabi Muhammad SAW, kamu harus percaya. Kalau tak, berarti kamu bukan Islam, kan ada Agama yang tak percaya ada Nabi setelah Nabi Isa AS. Ah, sudahlah jangan bawa-bawa Agama, aku teruskan saja ceritanya. Sebelumnya, aku minta maaf jikalau kamu tersinggung dengan ucapanku barusan. Jangan bawa hati, bawa saja makanan, aku lapar.

“Tumben si mbah putri nggak ada” Aku tanya ke Si Ayah.

Pas motor aku paksa parkir diruang tamu rumah. Maklumi rumah Si Ayah itu tidak ada garasi. Biasanya jam segini, kulirik jam dinding ada jam 5 sore, si mbah putri sudah duduk manis didepan teve. Kamu tahu nonton apa ? yaa, nonton sinetron India. Aku kasih tahu tidak judulnya ? jangan yaa ? nanti kamu malah ketawa, hehe. Baiklah, aku kasih tahu saja, itu judul sinetronnya Bunderan. Eh, benar tidak sih ? aneh juga, ada kata Bunderan di India sana. Artinya juga sama tidak ya ?

“Mbah’e sedang sakit” Jawab Pak Lik yang sedang dikerok sama istrinya, Buk Lik.

“Sakit ? Tadi masih sehat” Kataku heran

“hipertensi. tekanan darahnya naik”

“berapa ?” Aku tanya lagi seperti wartawan saja

“180 tadi dipuskesmas” Kata Pak Lik yang menandakan bahwa Mbah Putri sudah dibawa berobat.

“Haa ? Serius itu Yah ?” Wajar aku kaget, aku belum merasakan tensi darah setinggi itu dan mudah-mudahan tidak akan. 130 saja sudah bikin pusing kepala, apalagi si Mbah Putri yang harus menanggung beban tensi darah segitu tingginya. Kasian aku jadinya.

“iyaa, dokter bilang suruh istirahat sama dikasih obat juga. Mbahmu itu minta diobname, dokternya nggak mau, nggak usah katanya” Jelas Si Ayah dengan sangat jelasnya, “Oh ya, mandi sana, belikan buah buat si mbah”

Bentar, bentar, Si Ayah ini suruh aku mandi apa beli buah, yang jelas dong biar aku jelas juga. Takutnya aku salah kaprah. Yasudahlah, nggak usah dibahas. Lagian aku tahu maksudnya. Aku pergi mandi, mandinya dikamar mandi. Mandinya juga cepat sekali karena tidak bareng kamu. Pasti lama, banyak ritual pun. Jangan mikir jorok, ih.

Aku hidupkan motor, diikuti Si Ibu yang menaiki motor. Duduk disisa jok yang ada, diboncengi oleh keponakannya yang ganteng dewe. ‘dewe’ itu sendiri, jadi ‘ganteng dewe’artinya aku itu paling ganteng sendiri diantara keponakan Si Ibu lainnya. Sudah, sudah jangan memuji diri sendiri.

Melajulah kami ke tempat yang jual buah terdekat. Jauh jangan, aku tidak pakai helm, polisi minta jatah nanti. Di tempat buah itu, Si Ibu beli apel merah 2 biji sama 4 biji manggis. Apelnya untuk si Mbah Putri yang saat ini sedang terkapar di kasur, manggis buat 2 anak dan 1 keponakan yang anggap saja juga anak jadinya 3 anak Si Ibu. Pulanglah aku ke rumah dengan bawa motor, Si Ibu sama kantong plastik yang ada isinya. Isinya buah-buahan saja.

“Dihabisin buahnya mbah” Aku ngomong ke Mbah Putri yang sedang mengunyah apel dengan sangat kesusahan. Itu sekitar 30 menit setelah aku pulang dari beli buah-buahan. Sama siapa tadi ? iyaa, betul, sama Si Ibu.

Ora tedas, le” Jawab Mbah Putri dengan jawa. Kamu nggak akan mengerti, aku terjemahkan saja ke Indon. Artinya gigi mbah nggak kuat buat ngunyah.

“Diblender mau ? bikin jadi jus” Aku tawarkan begitu ke si Mbah. Faktanya dirumah ini tidak ada blender, ngawur saja aku ngomong begitu, biar ketawa si Mbah.

Blendere sopo ? Blender Pak Lurah yae” Ih si Mbah ini sukanya pakai Jawa. Bikin repot aku buat terjemahinnya. Itu barusan mbah bilang: ‘blender siapa ? blendernya Pak Lurah kali’

“Apa digiling saja ? pakai batu ?” Itu niatku bercanda bukan seriusan.

Tego yo koe karo mbahe, haha” Jawab si Mbah sambil ketawa kecil. Besar tidak bisa, lagi sakit susah buka lebar mulutnya. Eh, itu pakai jawa lagi yaa ? aduh mbah, besok aku ajari deh Indonesia biar gampang kita ngomongnya. Aku kasih tahu artinya itu: ‘Tega ya kamu sama mbah, haha’

Aku juga ketawa, cuma sebentar, aku tinggal si Mbah untuk menghadap Tuhan. Sholat Maghrib. Aku do’a agar Mbah Putri diberikan kesehatannya kembali dan bisa beraktivitas lagi.  Oh iya, do’anya itu sudah sholat selesai.

Ngko, kancani mbahe turu yaa, le” Kata si Mbah dengan sangat kesusahan ngomongnya. Suaranya pun kecil sangat. Memaksa aku mendekati mulut si Mbah. Bukan, bukan mau cium, aku pengen dengar jelas ngomong apa. Oh, sampai lupa, barusan itu artinya: ‘Nanti temanin mbah tidur ya’

“Makan dulu” Aku jawab

tenan hlo, kancani turu yaa” singkat saja, itu artinya: ‘beneran hlo, temanin turu ya’

“Makan dulu, Mbah. Lapar banget aku” Jawabku sambil jalan pakai kaki menuju tempat makan didapur Si Ibu.

Abis makan, aku kembali ke rumah si Mbah. Wong cuma sebelahan sama rumah Si Ayah. Aku turuti maunya si Mbah, kan aku cucu yang paling baik sejagad.
Sebarkan pada mereka: